Bali, ketika kita mendengar namanya tentu yang ada didalam fikiran kita adalah laut, pantai, turis, dan tarian kecak atau wiata mahalnya.
Patung Gatot Kaca di Bali (via http://www.thehindu.com) |
Pulau kecil yang terdapat diprovinsi Bali dan Denpasar sebagai ibukotanya, wisatawan lokal sampai wisatawan asing menjadikan Bali sebagai target tujuan travelling nya, ya begitupun aku yang tertarik dengan pulau tersebut.
Cerita orang tentang betapa indahnya pulau dewata itu membuatku merasa sangat ingin bahkan tergila gila ingin kesana, dan akhirnya kesemapatan itu tiba. Pada bulan juni lalu aku mendapatkan kesempatan kesana, sebelumnya tujuanku adalah pendakian mahameru, usai mendaki ku sempatkan menuju tempat yang aku impikan ini.
Cerita orang tentang betapa indahnya pulau dewata itu membuatku merasa sangat ingin bahkan tergila gila ingin kesana, dan akhirnya kesemapatan itu tiba. Pada bulan juni lalu aku mendapatkan kesempatan kesana, sebelumnya tujuanku adalah pendakian mahameru, usai mendaki ku sempatkan menuju tempat yang aku impikan ini.
Perjalanan ini aku lalui sendiri, tanpa ada yang dikenal, sampai akhirnya seorang teman organisasi mengenalkan kepadaku seseorang karena ku ceritakan kepadanya bahwa aku ingin ke Bali tetapi tidak memiliki seorangpun yang dikenal disana. Bambang, nama seorang bapak yang merupakan ketua dari sebuah organisai Bulan Sabit Merah Indonesia di Bali, aku pun juga seorang relawan BSMI di Sumatera Utara sehingga komunikasi gayung bersambut.
Rute perjalananku di mulai dari Malang kulanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi dengan kereta api dan melepas kantong enam puluh ribu rupiah untuk tiket, murah fikirku. Setiba di Banyuwangi kunaiki bus dengan biaya delapan puluh ribu rupiah, karena ketidaktahuanku ternyata aku membayarnya kepada calo bukan ke supir bus. Sial pikirku.
Seorang ibu yang iba melihatku memberi tahu bahwa aku telah tertipu dua kali lipat, seharusnya aku cukup mengeluarkan biaya empat puluh ribu rupiah menuju Denpasar. Meskipun begitu dengan wajah sedih bercampur ikhlas ku senyumi saja ibu tersebut dan mengucapkan terima kasih atas informasinya. Lain kali ketika aku berkunjung ke kota indah ini, aku akan lebih hati-hati dan mencari informasi perjalanan lebih lengkap.
Suasana gelap menenemani perjalananku malam itu,, tak terasa seorang supir membangunkanku, "bangun bangun sudah sampai di terminal ubung ," teriaknya. Hanya aku yang masih berada di dalam bus. Setelah mengecek semua perlengkapan, aku cepat-cepat keluar.
Begitu panjang perjalananku malam ini fikirku, hingga aku sampai saat matahari sudah mulai terlihat. Kulihat jam ditanganku masih jam 5 pagi, aku heran kenapa sudah terang, dan ku buka handphonku ternyata sudah jam 6 pagi, mungkin jamku tak berfungsi disini. Eh..rupanya jamku tidak ku stel 1 jam lebih cepat karena perbedaan waktu.
Tak berselang lama seorang remaja mendatangiku dipinggir jalan, ternyata beliau adalah anak pak Bambang, Nabila namanya. Tak ingin membuang waktu, kami langsung menuju ke sekretariat BSMI di Bali, tujuanku silaturrahmi, tetapi sayang aku sedikit terlambat, semua tim sudah berangkat untuk mengikuti bakti sosial didaerah pegunungan, sekitar 3 jam dari sini tutur Nabila.
Aku terlambat, Nabila memberiku sebungkus nasi kuning yang menjadi salah satu ciri khas makanan di Bali, khususnya di Denpasar. Kemudian menuju rumah mereka di Watu renggong panjer.
Dirumah, sepi, terlihat ada satu wanita yang usinya mungkin sekitar lima puluh tahun " nenek ucap nabila". Nenek tinggal disini sementara ini karena sedang terapy kesehatan ujarnya dengan lembut.
Mengingat waktuku yang terbatas dan berhubung pagi ini merupakan waktu beraktifitas juga bagi seisi rumah termaksud Nabila yang harus menuju tempat kerjanya. Aku langsung meminta ijin kepada nenek yang tadi menyambutku dengan sangat ramah untuk bisa keluar dan mengunjungi tempat wisata di Denpasar. Dengan berat nenek mengijinkanku keluar, dan beberapa wejangan dan petunjuk ia arahkan agar aku tak kesasar.
Sesuai petunjuk nenek, aku menaiki angkutan umum 03 berwarna hijau menuju Pantai Matahari Terbit, mengesankan angkot yang kunaiki ini adalah angkot gratis, ternyata di Denpasar pemerintah memang menyediakan fasilitas angkutan bagi wisatawan dan dapat juga dinikmati oleh warga.
Bali tidak hanya pesona pantainya, tetapi fasilitas pendukungnya juga menjadi pesona tersendiri, terutama bagiku yang belum pernah merasakan pelayanan angkutan umum secara gratis di Indonesia.
Pantas saja jika Bali menjadi salah satu icon wisata terpenting di Indonesia. Puas menikmati perjalanan gratis dengan disugukan pemandangan kota Denpasar, aku sampai di tujuanku.Pantai matahari terbit.
Pantai Matahari Terbit terletak di desa Sanur kauh, Sanur Bali, sekitar 6 kilometer dari kota Denpasar. Pantai Matahari Terbit berdampingan dengan pantai Sanur, tetapi pantai Matahari terbit tidak memiliki pasir, hanya batu karang yang disusun rapi.
Bagi pencinta keindahan aku rekomendasikan pantai ini, selain ombaknya yang menggoda dan menantang, airnya yang biru membuat mata tak akan jemu. Sesuai dengan namanya "Matahari Terbit".
Pagi hari ditempat ini kita dapat menyaksikan matahari terlihat terbit lebih awal dari pantai yang lain, tak heran ketika aku datang lebih siang banyak turis dan wisatawan yang berjalan keluar pantai, terlihat wajah mereka girang. Mungkin karena mereka sudah menikmati sunrise .
Selepas makan siang disalah satu warung muslim, aku beranjak menuju tempat lain. Pantai Kuta, itulah targetku, setelah bertanya ke salah satu bli (panggilan bagi seorang laki) di pantai itu kemudian aku diarahkan untuk menuju halte bis sekitar 15 menit berjalan kaki dari pantai Matahari Terbit.
Dihalte ini aku menunggu bus yang akan datang. Bus Sarbagita, mirip dengan transjakarta, tetapi bis ini tidak menggunakan kartu melainkan uang tunai sebesar 3.700 dari Sanur kauh sampai disimpang pantai Kuta.
Busnya bersih, dan terllihat sangat terawat, pilot dan co pilotnya tak kalah ramahnya. Sepertinya pemerintah dinas pariwisata tidak tanggung tanggung memfasilitasi lokasi wisata disini.
Sampai di lampu merah simpang masuk pantai Kuta. Aku berjalan kaki sekitar 20 menit menuju pantai Kuta. Disepanjang jalan masuk, hidangan aksesoris, hotel, dan pusat perbelanjaan, serta guide banyak ku temukan. Tetapi kembali pada tujuan awal pantai Kuta.
Asik menikmati jalan kaki, akhirnya aku sampai di salah satu pantai. Pantai Legion pantai yang bersebelahan dengan pantai Kuta. Pemandangan alam luar biasa, peselancar begitu banyak disini. Jika turis di banrol 1000.000 per orang untuk dilatih selancar dasar, untuk wisatawan lokal hanya sekitar 250.000. Jika hanya ingin bermain selancar saja bisa menyewa papan selancar 50.000 per satu jamnya.
Sebenarnya pesona pantai kuta dan airnya yang dingin sangat memaksaku untuk berenang, tapi ketidaknyamanan mulai mengusikku, apa yang salah disini, pemandangan disini sepertinya bukan hal asing karena sudah biasa kulihat melalui media. Aku hanya membasahi kakiku sambil berjalan, kemudian tak lama aku langsung bergegas.
Perasaan yang tak enak, mungkin karena disana bukan tempat yang sesuai denganku, turis turis asing yang membuat mataku sakit dengan tingkah mereka yang sedikit jauh dari budayaku, serta banyak hal lain lagi yang diluar norma menurutku.
Tetapi aku juga harus menghargai, berbeda norma yang mungkin sudah menjadi kebiasaan mereka membuat hal seperti itu sudah biasa dan tidak salah. Dan sepertinya orang orang di Kuta juga sudah terbiasa dengan melihat lingkungan seperti itu, sehingga banyak para penghuni lokal yang budayanya sudah sedikit menyerupai budaya barat disepanjang aku memperhatikannya.
Kembali lagi itu adalah budaya mereka, dan aku harus menghargainya. Tak banyak memakan waktu aku kembali menuju pantai Matahari Terbit, disini lebih terasa nyaman. Sambil menunggu angkutan untuk kembali kerumah pak Bambang.
Seorang bli menyetopkan angkot untukku, wah ternyata angkutan itu angkutan yang tadi pagi kunaiki, dan bli yang memang suku Bali tulen ini sangat ramah, bahkan dia tau memberhentikanku di simpang jalan tempat aku menyetopnya tadi pagi.
Beberapa kali bli mengajakku bicara, dan mungkin dia sadar aku bukan orang yang berasal dari kota ini hingga dia mencoba membuatku lebih nyaman, karena memang aku keliahatan bingung sepanjang perjalanan hehe.
Setelah berbincang, akupun sempat mempertanyanya bli juga tentang suasana kota Denpasar, kenapa disini sangat bersih, dan disini saya tidak melihat anak jalanan kecuali disimpang pantai Kuta. Saya hanya menemukan pencari barang bekas dibeberapa tempat disini, dengan semangat dan terlihat sedikit bangga sang bli menjawab, kesejahteraan disini sangat dijaga oleh pemerintah, jadi wajar jika tingkat kemiskinan di Denpasar khususnya sangat sedikit. Tetapi pemulung disini cukup banyak, dan itu lebih baik daripada mereka mengemis tegasnya lagi.
Aku semakin tertarik saja rasanya bercerita dengan bli ini, tapi simpang rumah sudah dekat dan bli memberhentikanku. Luar biasa memang, ternyata label pendapatan tertinggi nomor dua di Indonesia ini memang tidak hanya sekedar nama tetapi baik aplikasinya juga, walaupun mungkin ada beberapa yang belum tersentuh.
Sampai dirumah ternyata seisi keluarga sudah menunggu, pertama kali bertemu, pertama kali berkunjung, dan keluarga pak Bambang begitu hangat menerimaku, serasa dirumah sendiri, sederhana tetapi terlihat begitu bahagia.
Selesai mengakrabkan diri, pak Bambang dan istri mengajakku jalan jalan keluar berkunjung kesalah satu rumah relawan di Bali. Mbak Yusi, sebelumnya kami pernah bertemu di Tanah Karo saat terjadi musibah erupsi gunung sinabung. Relawan yang sudah menjadi nenek dari bule bule cakep ini memang luar biasa, perjalanannya gak cuma di Indonesia, mungkin seluruh negara sudah pernah dikunjunginya.
Kagum dengan jiwa mudanya, serasa gadis kalo kemana mana hehe. Selain itu beliau juga seorang wanita karier hehe. Aku memang diajak berkunjung ketempat usaha beliau. Tempatnya sangat bagus, beliau menyediakan jasa sewa pakaian bertema, seperti pakaian tradisional, sampai pakaian berkarakter untuk acara acara internasional, dan berketepatan kemaren menjelang halloween, dan terlihat mbak yusi sedang mempersiapkan beberapa pakaian yang akan di pakai.
Sate, menjadi menu makan malam kami. Tak lupa, kami abadikan pertemuan dengan jepretan kamera handphone. Puas berbincang, dan tak terasa sudah larut malam, kami pamit untuk pulang. Dijalan sempat istri pak bambang membelikan chakuwe, roti goreng dengan bumbu cabai.
Senang bercampur kenyang kambali kerumah pak Bambang. Bincang bincang kami lanjutkan menjelang istirahat. Malam ini membuatku lebih mengenal sosok pak Bambang dan keluarga, bagaimana perjuangan berat mereka hingga sampai ke Bali.
Pak Bambang datang ke Bali sejak tahun 1994 dan menikah dengan istri beliau pada tahun 1995 kemudian memutuskan untuk menetap di Denpasar Selatan hingga saat ini dan memiliki 4 orang anak. Dikota yang sejahtera ini tidak hanya menjadi penjamin bagi kehidupan keluarga sederhana ini, terpaan, kesulitan pun kian menjadi teman mereka.
Mendengar cerita pak Bambang aku merasa sangat takjub, bagaimana juga dia merintis usaha nya sebagai seorang therapis hingga akhirnya memiliki balai teraphy sendiri, tak hanya disitu, usahanya mengembangkan BSMI di balli pun sangat pantas di acungi jempol. Sehingga beliau terpilih menjadi ketua BSMI Bali saat ini, tentu karena kinerjanya yang luar biasa.
Sudah terlalu larut, kami memutuskan untuk beristirahat. Tidur yang terlalu nyenyak membuatku bangun siang dirumah ini. Tak terasa matahari sudah menerangi ruang tidurku. Ternyata pak Bambang dan istri serta adik adik sudah berangkat untuk beraktifitas kecuali nenek dan dua anak lelaki pak Bambang.
Teh manis yang masih hangat, dan kue sudah ada di meja yang sengaja disediakan untukku. Keluarga ini memang membuatku seperti dirumah sendiri. Tapi sayang hari ini aku harus segera kembali ke Banyuwangi untuk melanjutkan perjalananku ke Jogyakarta.
Menyingkat waktu ditemani Syakir dan Thoriq untuk membeli beberapa cindera mata di pusat oleh oleh serba murah dan berkualitas untuk keluarga dan sahabat di Medan, akupun menyusun semua perlengkapanku untuk dimasukkan dalam ransel ku. Termaksud oleh oleh yang kubeli tadi sambil menunggu seluruh keluarga pulang beraktifitas.
Setelah semua berkumpul akupun pamit diri. Sebenarnya berat meninggalkan keluarga ini, nenek juga terlihat sedih, dia sempat menahan agar aku lebih lama, tetapi mengingat waktuku yang terbatas mengurungkan niatku untuk menunda keberangkatan.
Pelukan hangat dari keluarga ini melepas kepergianku, keluarga baru yang begitu tulus. Hanya semalam aku bersama mereka, tetapi kehangatan mereka membuatku merasa sudah lama mengenalnya, hanya semalam waktu untuk saling bercerita, tetapi seolah aku sudah lama tinggal serumah dengan mereka.
Sebuah syal pantai berwarna biru diberikan ibu, istri pak Bambang untukku, "sebagai kenang kenangan ucapnya". Tapi syal ini seperti selendang sutra untukku, tak ternilai harganya.
Rumah kecil di pedasaan Denpasar, Rumah sederhana, rumah yang islami dan begitu penuh dengan kasih sayang. Ingin rasanya lebih lama disini, tidak untuk berwisata tetapi untuk tinggal bersama mereka.
Satu hari aku telah menemukan keluarga lengkap disini, ada ayah,ibu, adik adik, dan nenek. Keluarga yang sangat sempurna jika mengukur dari ketidak lengkapan keluargaku.
Suatu hari aku ingin kembali, ingin lebih lama bersama kalian, ingin lebih lama merasakan kasih sayang kalian, dan lebih lama melihat perjuangan kalian.
Wisata sehari di Denpasar Bali. wisata terbaik yang aku rasakan. Wisata sesungguhnya ialah wisata keluarga disini. Jika panorama menjadi penyejuk matakau. Wisata keluarga ini telah menjadi penyejuk dihatiku. Wisata yang sebenarnya wisata yang mungkin takkan kutemukan dilain tempat. Terimakasih Tuhan, telah memberiku tempat wisata terindah di Bali.
Bali Pesona Wisata Sehari
(Yuli Yanika / Uye)
Dirumah, sepi, terlihat ada satu wanita yang usinya mungkin sekitar lima puluh tahun " nenek ucap nabila". Nenek tinggal disini sementara ini karena sedang terapy kesehatan ujarnya dengan lembut.
Mengingat waktuku yang terbatas dan berhubung pagi ini merupakan waktu beraktifitas juga bagi seisi rumah termaksud Nabila yang harus menuju tempat kerjanya. Aku langsung meminta ijin kepada nenek yang tadi menyambutku dengan sangat ramah untuk bisa keluar dan mengunjungi tempat wisata di Denpasar. Dengan berat nenek mengijinkanku keluar, dan beberapa wejangan dan petunjuk ia arahkan agar aku tak kesasar.
Sesuai petunjuk nenek, aku menaiki angkutan umum 03 berwarna hijau menuju Pantai Matahari Terbit, mengesankan angkot yang kunaiki ini adalah angkot gratis, ternyata di Denpasar pemerintah memang menyediakan fasilitas angkutan bagi wisatawan dan dapat juga dinikmati oleh warga.
Bali tidak hanya pesona pantainya, tetapi fasilitas pendukungnya juga menjadi pesona tersendiri, terutama bagiku yang belum pernah merasakan pelayanan angkutan umum secara gratis di Indonesia.
Pantas saja jika Bali menjadi salah satu icon wisata terpenting di Indonesia. Puas menikmati perjalanan gratis dengan disugukan pemandangan kota Denpasar, aku sampai di tujuanku.Pantai matahari terbit.
Pantai Matahari Terbit Sanur Kauh Denpasar Bali (via http://www.water-sport-bali.com) |
Pantai Matahari Terbit terletak di desa Sanur kauh, Sanur Bali, sekitar 6 kilometer dari kota Denpasar. Pantai Matahari Terbit berdampingan dengan pantai Sanur, tetapi pantai Matahari terbit tidak memiliki pasir, hanya batu karang yang disusun rapi.
Bagi pencinta keindahan aku rekomendasikan pantai ini, selain ombaknya yang menggoda dan menantang, airnya yang biru membuat mata tak akan jemu. Sesuai dengan namanya "Matahari Terbit".
Selepas makan siang disalah satu warung muslim, aku beranjak menuju tempat lain. Pantai Kuta, itulah targetku, setelah bertanya ke salah satu bli (panggilan bagi seorang laki) di pantai itu kemudian aku diarahkan untuk menuju halte bis sekitar 15 menit berjalan kaki dari pantai Matahari Terbit.
Dihalte ini aku menunggu bus yang akan datang. Bus Sarbagita, mirip dengan transjakarta, tetapi bis ini tidak menggunakan kartu melainkan uang tunai sebesar 3.700 dari Sanur kauh sampai disimpang pantai Kuta.
Busnya bersih, dan terllihat sangat terawat, pilot dan co pilotnya tak kalah ramahnya. Sepertinya pemerintah dinas pariwisata tidak tanggung tanggung memfasilitasi lokasi wisata disini.
Sampai di lampu merah simpang masuk pantai Kuta. Aku berjalan kaki sekitar 20 menit menuju pantai Kuta. Disepanjang jalan masuk, hidangan aksesoris, hotel, dan pusat perbelanjaan, serta guide banyak ku temukan. Tetapi kembali pada tujuan awal pantai Kuta.
Asik menikmati jalan kaki, akhirnya aku sampai di salah satu pantai. Pantai Legion pantai yang bersebelahan dengan pantai Kuta. Pemandangan alam luar biasa, peselancar begitu banyak disini. Jika turis di banrol 1000.000 per orang untuk dilatih selancar dasar, untuk wisatawan lokal hanya sekitar 250.000. Jika hanya ingin bermain selancar saja bisa menyewa papan selancar 50.000 per satu jamnya.
Sebenarnya pesona pantai kuta dan airnya yang dingin sangat memaksaku untuk berenang, tapi ketidaknyamanan mulai mengusikku, apa yang salah disini, pemandangan disini sepertinya bukan hal asing karena sudah biasa kulihat melalui media. Aku hanya membasahi kakiku sambil berjalan, kemudian tak lama aku langsung bergegas.
Perasaan yang tak enak, mungkin karena disana bukan tempat yang sesuai denganku, turis turis asing yang membuat mataku sakit dengan tingkah mereka yang sedikit jauh dari budayaku, serta banyak hal lain lagi yang diluar norma menurutku.
Tetapi aku juga harus menghargai, berbeda norma yang mungkin sudah menjadi kebiasaan mereka membuat hal seperti itu sudah biasa dan tidak salah. Dan sepertinya orang orang di Kuta juga sudah terbiasa dengan melihat lingkungan seperti itu, sehingga banyak para penghuni lokal yang budayanya sudah sedikit menyerupai budaya barat disepanjang aku memperhatikannya.
Kembali lagi itu adalah budaya mereka, dan aku harus menghargainya. Tak banyak memakan waktu aku kembali menuju pantai Matahari Terbit, disini lebih terasa nyaman. Sambil menunggu angkutan untuk kembali kerumah pak Bambang.
Seorang bli menyetopkan angkot untukku, wah ternyata angkutan itu angkutan yang tadi pagi kunaiki, dan bli yang memang suku Bali tulen ini sangat ramah, bahkan dia tau memberhentikanku di simpang jalan tempat aku menyetopnya tadi pagi.
Beberapa kali bli mengajakku bicara, dan mungkin dia sadar aku bukan orang yang berasal dari kota ini hingga dia mencoba membuatku lebih nyaman, karena memang aku keliahatan bingung sepanjang perjalanan hehe.
Setelah berbincang, akupun sempat mempertanyanya bli juga tentang suasana kota Denpasar, kenapa disini sangat bersih, dan disini saya tidak melihat anak jalanan kecuali disimpang pantai Kuta. Saya hanya menemukan pencari barang bekas dibeberapa tempat disini, dengan semangat dan terlihat sedikit bangga sang bli menjawab, kesejahteraan disini sangat dijaga oleh pemerintah, jadi wajar jika tingkat kemiskinan di Denpasar khususnya sangat sedikit. Tetapi pemulung disini cukup banyak, dan itu lebih baik daripada mereka mengemis tegasnya lagi.
Aku semakin tertarik saja rasanya bercerita dengan bli ini, tapi simpang rumah sudah dekat dan bli memberhentikanku. Luar biasa memang, ternyata label pendapatan tertinggi nomor dua di Indonesia ini memang tidak hanya sekedar nama tetapi baik aplikasinya juga, walaupun mungkin ada beberapa yang belum tersentuh.
Sampai dirumah ternyata seisi keluarga sudah menunggu, pertama kali bertemu, pertama kali berkunjung, dan keluarga pak Bambang begitu hangat menerimaku, serasa dirumah sendiri, sederhana tetapi terlihat begitu bahagia.
Selesai mengakrabkan diri, pak Bambang dan istri mengajakku jalan jalan keluar berkunjung kesalah satu rumah relawan di Bali. Mbak Yusi, sebelumnya kami pernah bertemu di Tanah Karo saat terjadi musibah erupsi gunung sinabung. Relawan yang sudah menjadi nenek dari bule bule cakep ini memang luar biasa, perjalanannya gak cuma di Indonesia, mungkin seluruh negara sudah pernah dikunjunginya.
Kagum dengan jiwa mudanya, serasa gadis kalo kemana mana hehe. Selain itu beliau juga seorang wanita karier hehe. Aku memang diajak berkunjung ketempat usaha beliau. Tempatnya sangat bagus, beliau menyediakan jasa sewa pakaian bertema, seperti pakaian tradisional, sampai pakaian berkarakter untuk acara acara internasional, dan berketepatan kemaren menjelang halloween, dan terlihat mbak yusi sedang mempersiapkan beberapa pakaian yang akan di pakai.
Sate, menjadi menu makan malam kami. Tak lupa, kami abadikan pertemuan dengan jepretan kamera handphone. Puas berbincang, dan tak terasa sudah larut malam, kami pamit untuk pulang. Dijalan sempat istri pak bambang membelikan chakuwe, roti goreng dengan bumbu cabai.
Senang bercampur kenyang kambali kerumah pak Bambang. Bincang bincang kami lanjutkan menjelang istirahat. Malam ini membuatku lebih mengenal sosok pak Bambang dan keluarga, bagaimana perjuangan berat mereka hingga sampai ke Bali.
Pak Bambang datang ke Bali sejak tahun 1994 dan menikah dengan istri beliau pada tahun 1995 kemudian memutuskan untuk menetap di Denpasar Selatan hingga saat ini dan memiliki 4 orang anak. Dikota yang sejahtera ini tidak hanya menjadi penjamin bagi kehidupan keluarga sederhana ini, terpaan, kesulitan pun kian menjadi teman mereka.
Mendengar cerita pak Bambang aku merasa sangat takjub, bagaimana juga dia merintis usaha nya sebagai seorang therapis hingga akhirnya memiliki balai teraphy sendiri, tak hanya disitu, usahanya mengembangkan BSMI di balli pun sangat pantas di acungi jempol. Sehingga beliau terpilih menjadi ketua BSMI Bali saat ini, tentu karena kinerjanya yang luar biasa.
Sudah terlalu larut, kami memutuskan untuk beristirahat. Tidur yang terlalu nyenyak membuatku bangun siang dirumah ini. Tak terasa matahari sudah menerangi ruang tidurku. Ternyata pak Bambang dan istri serta adik adik sudah berangkat untuk beraktifitas kecuali nenek dan dua anak lelaki pak Bambang.
Teh manis yang masih hangat, dan kue sudah ada di meja yang sengaja disediakan untukku. Keluarga ini memang membuatku seperti dirumah sendiri. Tapi sayang hari ini aku harus segera kembali ke Banyuwangi untuk melanjutkan perjalananku ke Jogyakarta.
Menyingkat waktu ditemani Syakir dan Thoriq untuk membeli beberapa cindera mata di pusat oleh oleh serba murah dan berkualitas untuk keluarga dan sahabat di Medan, akupun menyusun semua perlengkapanku untuk dimasukkan dalam ransel ku. Termaksud oleh oleh yang kubeli tadi sambil menunggu seluruh keluarga pulang beraktifitas.
Pusat Belanja Oleh Oleh Erlangga Denpasar Bali |
Setelah semua berkumpul akupun pamit diri. Sebenarnya berat meninggalkan keluarga ini, nenek juga terlihat sedih, dia sempat menahan agar aku lebih lama, tetapi mengingat waktuku yang terbatas mengurungkan niatku untuk menunda keberangkatan.
Pelukan hangat dari keluarga ini melepas kepergianku, keluarga baru yang begitu tulus. Hanya semalam aku bersama mereka, tetapi kehangatan mereka membuatku merasa sudah lama mengenalnya, hanya semalam waktu untuk saling bercerita, tetapi seolah aku sudah lama tinggal serumah dengan mereka.
Sebuah syal pantai berwarna biru diberikan ibu, istri pak Bambang untukku, "sebagai kenang kenangan ucapnya". Tapi syal ini seperti selendang sutra untukku, tak ternilai harganya.
Rumah kecil di pedasaan Denpasar, Rumah sederhana, rumah yang islami dan begitu penuh dengan kasih sayang. Ingin rasanya lebih lama disini, tidak untuk berwisata tetapi untuk tinggal bersama mereka.
Uye bersama keluarga pak Bambang |
Satu hari aku telah menemukan keluarga lengkap disini, ada ayah,ibu, adik adik, dan nenek. Keluarga yang sangat sempurna jika mengukur dari ketidak lengkapan keluargaku.
Suatu hari aku ingin kembali, ingin lebih lama bersama kalian, ingin lebih lama merasakan kasih sayang kalian, dan lebih lama melihat perjuangan kalian.
Wisata sehari di Denpasar Bali. wisata terbaik yang aku rasakan. Wisata sesungguhnya ialah wisata keluarga disini. Jika panorama menjadi penyejuk matakau. Wisata keluarga ini telah menjadi penyejuk dihatiku. Wisata yang sebenarnya wisata yang mungkin takkan kutemukan dilain tempat. Terimakasih Tuhan, telah memberiku tempat wisata terindah di Bali.
Bali Pesona Wisata Sehari
(Yuli Yanika / Uye)
Cakep kak tulisannya.
BalasHapusMungkin penulisan kata berulang akan lebih baik dikasih tanda hubung. Tulisannya cukup informatif :) apalagi untuk poin-poin unik, akan lebih seru kalau diulas. Contoh seperti nasi kuning tadi. Kan gk semua orang tau neh kalau nasi kuning itu makanan khas Bali. Kalo sedikit di ulas 5W 1H nya mungkin akan menjadi poin unik dalam tulisan ini. Apalagi ditambah fotonya. Ehehehe.. karena sesuatu yg jarang diulas tentang Bali akan menjadi informasi mahal bagi pembaca. Go! Go! Kak uyeeee... aku suka tulisannya. Muihihihihi..
Cakep kak tulisannya.
BalasHapusMungkin penulisan kata berulang akan lebih baik dikasih tanda hubung. Tulisannya cukup informatif :) apalagi untuk poin-poin unik, akan lebih seru kalau diulas. Contoh seperti nasi kuning tadi. Kan gk semua orang tau neh kalau nasi kuning itu makanan khas Bali. Kalo sedikit di ulas 5W 1H nya mungkin akan menjadi poin unik dalam tulisan ini. Apalagi ditambah fotonya. Ehehehe.. karena sesuatu yg jarang diulas tentang Bali akan menjadi informasi mahal bagi pembaca. Go! Go! Kak uyeeee... aku suka tulisannya. Muihihihihi..
Asikk nih..kapan kak uye ke bali lg.. Bareng yuk kk.... Akhir bulan maret insha Allah aq di lombok kk., siapa tau ketemu jodoh... Ahahaha
BalasHapus